Dengan Teknologi EM4, Pertumbuhan Budidaya Lele Lebih Maksimal
- 19 Juli 2018
- 10:43 WITA
- Perikanan
Produktifitas yang tinggi pada budidaya lele tanpa didukung penguasaan teknologi bidang perikanan akan menimbulkan banyak masalah seperti pertumbuhan yang tidak maksimal, bau tak sedap serta dapat menimbulkan kematian pada ikan. Pengolahan yang baik itu salah satunya dengan menggunakan teknologi EM4 yang berguna untuk meningkatkan bakteri pengurai pada bahan organik, menekan pertumbuhan bakteri pathogen, menstimulasi enzim pencernaan dan meningkatkan kualitas air.
Sehingga EM4 bermanfaat untuk Meningkatkan pertahanan tubuh ikan, meningkatkan pertumbuhan dan size ikan. Meningkatkan imunostimulan atau daya tahan ikan, meningkatkan daya tahan tubuh ikan sehingga mengurangi pengunaan antibiotik. Efisiensi energi dan pengelolaan kualitas air, memfermentasi sisa pakan, kotoran, di dasar air. Meningkatkan oksigen terlarut (DO) dan air menjadi bersih sehingga tidak diperlukan penggantian air berulang-ulang. Menguraikan gas-gas amoniak, metan dan hydrogen sulfide. Mempertahankan kualitas lingkungan dan aman dan ramah lingkungan.
Salah satu yang merasakan manfaat dari teknologi EM4 adalah usaha budidaya lele jenis Sangkuriang sebagai Pilot Projec PT. PLN (Persero) P3B Jawa Bali Di Cinere Depok Jawa Barat. Menurut M. Basuki, program CSR PT PLN ini dimaksudkan untuk pemanfaatan lahan produktif pertanian terpadu di kawasan SUTET. Bentuknya adalah pemanfaatan lahan yang diwujudkan dengan budidaya ikan lele di kolam terpal ‘’Dengan pembinaan ini diharapkan para petani dapat menjadi wirausaha yang handal dalam budidaya ikan lele menggunakan terpal. Kita sudah menguji budidaya perikanan di bawah SUTET dan ternyata berhasil dan ini kita terapkan di lapangan dengan para petani, cukup bagus” katanya.
Menurut Basuki, usaha ini sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang dilewati SUTET maka PT. PLN (persero) P3B Jawa Bali membuat pilot projec ‘’Teknik budidaya lele dumbo dengan memanfaatkan lahan yang berada di lingkungan kantor yang nantinya dijadikan cikal bakal pemberdayaan masyarakat di bawah SUTET. Selain itu juga untuk membuktikan usaha di bawah Sutet Tidak berbahaya. Selain pemanfaatan bahan organic dengan EM4, kajian ilmih bekerja sama dengan UGM Jogyakarta bidang Microbiologi, pertanian dan perikanan. Sedang referensi bibit lele di dapatkan dari BPBAT (BAlai Penelitian Budidaya Ikan Air Tawar) propinsi Jawa Barat Sukabumi dan Subang. Ikan lele memang merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, pemasarannya relatif mudah dan modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah.
Pengembangan usaha budidaya ikan lele semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun 1985. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain tumbuh lebih cepat, jumlah telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit. Jenis yang di kembangkan adalah lele sangkuriang. Lele jenis sangkuriang selain memilki produktifitas yang tinggi juga dapat diproduksi dalam jumah yang lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan budidaya lele dumbo biasa. Rasa lele sangkuriang juga lebih enak sehingga lebih disukai orang. Seperti halnya sifat biologi lele dumbo terdahulu, lele jenis Sangkuriang tergolong omnivora.
Di alam ataupun lingkungan budidaya, ia dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Untuk usaha budidaya, penggunaan pakan komersil (pellet) sangat dianjurkan karena berpengaruh besar terhadap peningkatan efisiensi dan produktivitas. Budidaya lele Sangkuriang dapat dilakukan di areal dengan ketinggian 1 m – 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial sekitarnya.***
Komentar