Budidaya Singkong Organik EM4

Beragam cibiran tak menyurutkan niatnya untuk memproduksi pupuk organik dan tetap penggunakannya digunakan pada budidaya Singkong Kasesa. Dialah Supomo (43) yang memiliki  kebun Singkong  yang mampu  ia panen 50 ton/ha. Dan ternyata hasil panennya tersebut jauh  lebih tinggi dari pekebun lain rata-rata cuma 20-30 ton per ha. Hasil ini membuatnya cukup senang, dimana harga singkong saat ini sedang meroket.“Meski repot sedikit, penggunaan pupuk organik terbukti dapat meningkatkan produksi, ”terang  Supomo, petani Singkong asal Klate, Jawa tengah  yang telah menetap lama di Dusun Bangi Kriyo, Kecamatan Abungkunang Kabupaten Lampung Utara.

Berdasarkan prinsip pertanian ramah lingkungan, Supomo menerapkan pertanian organik, menurutnya, alam tidak akan memberi hasil lebih jika kita tidak merawat dan menjaganya,  penggunaan pupuk organik merupakan cara Supomo menjaga Alam. Pupuk organik ramah lingkungan serta menjaga kesuburan tanah, “Pupuk ini tidak merusak tanah, bahkan mempebaiki dan menjaga ekosistem tanah sehingga tanah subur, ” ujar bapak dua anak ini

Pilihan jatuh pada produk EM4,  produk pertanian dengan aroma khas ini terbuat dari hasil seleksi alami mikroorganisme fermentasi dan sintetik di dalam tanah yang dikemas dalam medium cair, EM4 bisa digunakan pada berbagai jenis tanaman, seperti tahunan, tanaman semusim atau sayuran,  termasuk  singkong.Singkong Kasesa dikembangkan Supomo karena tanaman muliliki nilai jual tinggi dan merukan jenis singkong yang sangat dibutuhkan oleh pabrik Tapioka. Singkong jenis ini memiliki kelebihan dari kadar aci tinggi dan waktu panen lebih cepat, yaitu 10 bulan. Kadar aci atau sari pati tepung singkong ini semakin tinggi sesuai dengan umur panen singkong , Semakin tua singkong di panen, semakin tinggi Kadar Acinya.

Budidaya singkong Kasesa dimulai dengan pemberian pupuk dasar,  pupuk organik disebar lalu tanah di olah selanjutnya ditanami singkong. Bokashi sebanyak 5 ton  diperuntukan untuk satu hektar lahan, Bokashi adalah pupuk organik dihasilkan dari proses fermentasi atau peragian bahan organik dengan teknologi EM4 (Effective Mikroorganisme).Bokashi dibuat menggunakan pupuk kandang (kotoran kambing), dedak, arang sekam, dan hijauan. Bahan tersebut difermentasi EM4 selama 4 sampai 7 hari.  Setelah itu, Bokashi bisa langsung digunakan pada lahan. Bokashi dapat mengembalikan kesuburan tanah, memperkaya unsur hara makro dan mikro sehingga kebutuhan nutrisi Singkong terpenuhi

Teknologi EM4 pada fermentasi membantu mengurai bahan organik serta meningkatkan kandungan hara/C-Organik sehingga penyerapan tanaman terhadap kompos tersebut semakin cepat, efektif dan efisien. EM4 juga dapat mempercepat waktu pengomposan dibandingkan dengan cara konvensional. Selain Bokashi, EM4 juga digunakan untuk merangsng pertumbuhan bibit singkong, yaitu dengan cara merendam batang singkong dengan larutan EM4 selama 1 x 24 jam. Batang singkong  yang telah direndam, daya tumbuhnya akan lebih cepat  dan tahan terhadap hama penyakit pada batang singkong.

Perawatan tanaman cukup dilakukan dengan membersihkan gulma dan rumput yang tumbuh disekitar tanaman. Selain itu, tamanan juga disemprot  larutan EM4 setiap satu minggu sekali,” Penyemprotan ini untuk memberikan nutrisi tambahan pada tanaman, EM4 juga bisa digunkan sebagai pupuk cair,” terangnya. Penyemprotan tanaman  dosis yang digunakan  3 - 10 ml per liter air.Melalui  EM4, satu pohon bisa dihasilkan singkong sebanyak 5 kilogram, unggul rata-rata satu sampai dua kilogram dibandingkan petani lain, jika dalam satu hektar bisa menanam 10 ribu pohon, selama waktu 9 hingga 12 bulan, dari lahan bisa dipanen kurang lebih 50 ton, harga singkong perkilo di jual Rp 1.000, jika dikali hasil panen 50 ton maka bisa diperoleh keuntungan sebesar Rp 50 juta.‘Biaya tersebut, belum dipotong biaya produksi, namun semua tertolong EM4 yang dapat menekan biaya produksi, keuntungan masih lumayan lah,“ terangnya. Usaha Supomo menerapkan pertanian organik diikuti oleh petani lain, warga di desa mulai merubah pola budidaya Singkong dengan cara organik (DEDI)   

Komentar