EM4 Membuat Ternak Ayam Lebih Ekonomis

Limbah  peternakan tidak selamanya merugikan, tetapi dapat juga menguntungkan apabila lim bah tersebut mendapatkan penanganan yang baik hingga bernilai ekonomis.Usaha peternakan ayam akhir‑akhir ini, sering dituding sebagai usaha yang ikut mencemari lingkungan.pasalnya selain mengganggu kenyamanan karena bau yang menyengat, kadang juga mencemari sungai yang ada di kawasan tersebut.

 Agar petemakan ayam tersebut menjadi suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus menjadi perhatian khusus.  Seperti dikatakan Nyoman Hermanta di Desa Senganan Ta banan Bali bahwa, pengolahan limbah menjadi pupuk organik merupakan pemikiran yang sangat baik dalam penanganan limbah ternak. Selain menguntungkan secara materi, penanganan limbah ternak menjadi pupuk organik juga memberi keuntungan yakni terciptanya lingkungan yang sehat di sekitar peternakan tersebut. ‘’Usaha bahan baku pupuk bokashi ini, merupakan usaha yang berwawasan lingkungan,’’katanya.

Memang dampak negatif yang ditimbulkan usaha peternakan ayam terutama berasal dari kotoran ayam ini, dapat menimbulkan gas yang berbau. Bau yang dikeluarkan berasal dari unsur nitrogen sulfida dalam kotoran ayam, yang selama proses dekomposisi akan terbentuk gas amonia, nitrit, dan gas hidrogen sulfida.

Udara yang tercemar gas amonia dan sulfida dapat memyebabkan gangguan kesehatan ternak dan masyarakat di sekitar peternakan. Amonia dapat menghambat per tumbuhan ternak dan pada ma nusia dapat menyebabkan iritasi mata serta saluran pernafasan. Karena itu, upaya pengelolaan bau kotoran ayam, menggunakan effective mikroorganisme (EM4) Peternakan, ternyata dapat mengurangi terbentuknya gas amonia dan sulfida serta memberikan ke untungan yang lain bagi petemak, karena. kotoran ayam dapat berguna sebagai pupuk organik. ‘’Sekarang ini, setiap hari kami dapat memproduksi bahan baku pu puk bokashi sekitar 20 ton dan kami salurkan ke produksi pabrik Bokashi Kotaku,’’katanya.

Memang, kotoran ayam, sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai pupuk di bidang pertanian. Sudah dibuktikan bahwa kotoran ternak merupakan pupuk yang cocok dan baik untuk kesuburan tanah perta‑ nian. Oleh sebab itu penanganan kotoran ternak secara baik perlu dilakukan agar tidak menyebabkan bau yang menyengat, dan kotoran masih tetap dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Seperti disebutkan sebelumnya, dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekom‑ posisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sul‑ fida , (H2S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan.

Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat keeil. Un‑ tuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsen‑ trasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan sese‑ orang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas. Pada konsentrasi amonia yang lebih tinggi di udara dapat menyebabkan iritasi mata dan gangguan saluran perna‑ pasan pada manusia. clan hewan itu sendiri. Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang kurang  baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri, karena gas‑gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun, sedangkan biaya kesehatan semakin meningkat, yang menyebabkan keuntungan peternak menipis. Karena itu, Nyoman Hermanta yang memiliki 70.000 ekor ayam petelur ini, sangat tanggap mengatasi persoalan limbah hingga ber nilai ekonomis. (A)

Komentar